0
Home  ›  Awas Riba  ›  riba  ›  riba adalah  ›  riba adalah transaksi yang dilarang karena  ›  riba akan menimbulkan  ›  riba apa  ›  riba asuransi  ›  riba bank  ›  riba dalam islam  ›  riba haram  ›  riba jahiliyah

Solusi Menghindari Riba Pada Arisan

Solusi Menghindari Riba Pada Arisan
Akad asli dari Arisan adalah Qordh (Hutang) bukan tabungan, Mengapa? Karena arisan adalah saling mengumpulkan uang dalam jumlah tertentu dan uang yang terkumpul tadi diberikan secara bergilir kepada seluruh anggota arisan, dengan ketentuan setiap anggota wajib membayar uang dengan jumlah tertentu setiap jangka waktu tertentu hingga masa yang telah ditentukan.

Arisan itu bukan menabung, Mengapa? Karena jika arisan itu adalah tabungan maka tidak ada paksaan atau keharusan untuk rutin melakukan pembayaran dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Menabung pastilah sesuai keinginan kita, berapapun kita mau menabung dan kapan saja kita menabung maka tidak ada yang bisa mengatur atau memaksa kita untuk menabung.

Mengapa akadnya menjadi Qordh (Hutang)? Karena pada dasarnya jika kita mendapatkan atau memenangkan kocokan undian arisan misalnya 5 juta dari 10 orang yang ikut arisan (@500 ribu) maka sejatinya uang kita hanya 500 ribu, yang 4,5 juta itu adalah uang dari 9 orang lainnya yang dipinjamkan kepada kita.

Kenapa dikatakan dipinjami atau dihutangkan?
Ya, karena Anda wajib membayar 500 ribu dicicil di bulan berikutnya sampai dengan hutang Anda telah terbayarkan seluruhnya.
Karena akadnya adalah saling berhutang satu dengan yang lainnya, maka oleh karenanya terlarang masing-masing pihak mendapatkan manfaat dari akad hutang tersebut.

Makan-makan ditempat yang mendapatkan arisan, artinya kita makan-makan ditempat yang mendapatkan hutang (pihak yang berhutang). Ia mendapatkan hutang 4,5 juta, jika dikurangi makan-makan misalnya habis 500 ribu, maka sejatinya dia hanya mendapatkan hutang 4 juta, tapi nanti ia wajib mengembalikan 4,5 juta. (Ada tambahan atau manfaat dari Hutang).
Oke, Sekarang mana dalilnya kalau memberikan tambahan atas hutang adalah RIBA?

1. Ada hadits yang berbunyi,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً, فَهُوَ رِبًا

Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al Baihaqi)

Walaupun hadits diatas dha’if (lemah) namun kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama.
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,

أجمع العلماء على أن المسلف إذا شرط عشر السلف هدية أو زيادة فأسلفه على ذلك أن أخذه الزيادة ربا
 
“Para ulama sepakat bahwa jika seseorang yang meminjamkan utang dengan mempersyaratkan 10% dari utangan sebagai hadiah atau tambahan, lalu ia meminjamkannya dengan mengambil tambahan tersebut, maka itu adalah riba.” (Al Ijma’, hal. 99, dinukil dari Minhatul ‘Allam, 6: 276).

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
 
Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)

2. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (2432):

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ قَالَ: حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ حُمَيْدٍ الضَّبِّيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي إِسْحَاقَ الْهُنَائِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ: الرَّجُلُ مِنَّا يُقْرِضُ أَخَاهُ الْمَالَ فَيُهْدِي لَهُ؟ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا، فَأَهْدَى لَهُ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ، فَلَا يَرْكَبْهَا وَلَا يَقْبَلْهُ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ»
 
“Hisyam bin Ammar menuturkan kepada kami, Ismail bin Ayyasy menuturkan kepada kami, Utbah bin Humaid Adh Dhibbi menuturkan kepada kami, dari Yahya bin Abi Ishaq Al Huna-i, ia berkata: Aku bertanya kepada Anas bin Malik: Bolehkah seseorang di antara kami yang berhutang kepada saudaranya lalu ia memberikan hadiah kepadanya? Maka Anas bin Malik mengatakan: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‘Jika seseorang di antara kalian memberikan hutang, lalu si penghutang memberikan hadiah kepadanya, atau memboncengnya dengan hewan tunggangan, maka jangan mau dibonceng dan jangan terima hadiahnya. Kecuali jika hal itu memang sudah biasa terjadi di antara mereka‘”..

Dari kedua hadist diatas dapat kita simpulkan bahwa tambahan manfaat atau hadiah dari Hutang akan menjadi RIBA apabila :
  • Dipersyaratkan di awal hutang piutang.
  • Diberikan sebelum hutang piutang selesai (memberikan manfaat atau hadiah saat masih berlangsungnya hutang piutang).

Nah, mari kita lihat akad Arisan kita, jelaslah saat arisan kita melakukan hutang-piutang dan ada ketentuan :
  • Yang dapat arisan (yang berhutang) harus menjamu makan-makan di rumahnya untuk pertemuan arisan bulan depan. Ini jelas mensyaratkan manfaat atau tambahan di depan akad arisan (hutang piutang). Dan ini jelas adalah Riba.
  • Manfaat yang didapatkan berupa makan-makan yang dilakukan sebelum arisan beres, artinya manfaat tambahan kita terima pada saat pihak yang berhutang belum melunasi pembayaran hutangnya (belum beres masa arisannya). Ini jelas, makan-makan tersebut mengandung Riba.

Apakah Islam itu Angel.. Njlimet… Ribet??? Jawabannya ada di dalam Al Qur’an,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ‌ يُسْرً‌ا – إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ‌ يُسْرً‌ا
 
“Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” [Qs. Al Insyirah : 5-6]

SOLUSI SUPAYA ARISAN TERHINDAR DARI RIBA :

  1. Uang makan-makan dipisah dari uang arisan yang dikocok sebagai akad hutang piutangnya.
  2. Tidak ada syarat yang dapat arisan bulan ini akan ngunduh arisan bulan depannya. (Akan ketempatan arisan plus makan-makan di rumahnya).

Lha kalo segini saja kita masih merasa ribet, apa nggak takut nanti kita ribet di akhirat…?? 😭😭

Semoga kita terhindar dari debu Riba di akhir zaman ini. 😊

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan terkena debunya.” (Hr. Nasa`i, no. 4455)

Wallahu ‘alam.
Dian Ranggajaya, M.E.Sy.
Founder dan Tim Pengajar
Sekolah Muamalah Indonesia
Posting Komentar
Postingan Lebih Baru
Postingan Terbaru
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS